Diskusi dan Menanggapi Teks Opini
Nama:
Zhafira Anisa Chandra
Nim:
E3119151
Mata Kuliah: Bahasa Indonesia
Dari
diskusi yang telah dilakukan melaui media whatsapp
grup pada tanggal 13 mei 2020, terdapat beberapa poin yang cukup menarik dari
ketiga teks tersebut diantaranya adalah:
- Karya milik Bangja Hidaya yang berjudul “Kata-kata yang
Memuai” dapat menimbulkan salah paham. “Kata-kata yang Memuai” dapat membawa
pemahaman orang bahwa sebuah kata dapat menjadi besar. Dalam KBBI sendiri kata mu.ai bermakna menjadi besar (tentang benda yang
dipanaskan, direbus , digoreng, direndam, dan sebagainya); mengembang. Padahal maksud kata memuai
disini bukan bermakna menjadi besar, melaikan merujuk pada kata-kata yang
memiliki perbedaan makna antara bahasa tulis dengan bahasa lisan.
- Dalam teks “Genangan” karya Rainy M.P. Hutabarat terdapat
kata genangan yang disinonimkan
dengan kata banjir. Padahal secara
definisi terdapat pebedaan diantara keduanya. Ban.jir
bermakna berair banyak dan
deras, kadang-kadang meluap; air
yang banyak dan mengalir deras; air bah; peristiwa terbenamnya daratan karena
volume air yang meningkat; datang banyak sekali. Sedangkan makna kata genang
adalah terhenti mengalir; berlinang-linang di mata; tertutup
atau terendam air. Walaupun setiap
lembaga tetap memiliki definisi masing-masing mengenai maksut kata banjir tetapi
tetap saja bermakna merugikan. Tetapi, genangan tidak selalu dikaitkan dengan
hal yang merugikan seperti banjir. Banyak orang di desa yang sengaja membuat lubang
untuk menampung air hujan. Supaya ketika hujan turun air dapat tertampung dan tercipta sebuah genangan untuk memenuhi
berbagai kebutuhan. Salah satunya irigasi.
- Dalam teks karya Bambang Kaswanti Purwo yang berjudul “Maksud
dan Niat” terdapat perdebatan mengenai suatu kata yang jika kita lihat dalam
KBBI maupun kamus bahasa asing akan memiliki makna yang saling bersinonim. Namun, dalam beberapa kasus kedua kata tersebut tidak bisa saling menggantikan. Hal tersebut seperti pada kata maksud dengan kata niat yang
bisa saling mengantikan satu sama lain karena memiliki definisi yang sama. Namun,
dalam beberapa kasus kedua kata tersebut tidak bisa menggantikan posisi antara
satu dengan yang lain karena perbedaan makna secara keseluruhan di dalam kalimat
tersebut.
Dari
poin diatas dapat kita lihat bahwa pemilihan kata dalam beberapa kalimat dapat
menyebabkan banyak tafsir mengenai makna sesungguhnya dari kalimat tersebut. Berbeda dengan
bahasa lisan yang menggunakan intonasi, jeda pengucapan, dan ditambah dengan
mimik yang bisa memperjelas maksud dari informasi tersebut. Bahasa tulis tidak.
Oleh karena itu, dalam penggunaan bahasa tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata,
penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta
kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat. Ketidaktepatan pemiihan kalimat seperti pada 3 poin
diatas dapat berakibat salah paham. Penggunaan bahasa tidak baku atau biasa
disebut sebagai bahasa slank seperti pada kalimat “Masak air setinggi 70 sentimeter
disebut genangan?”. Terlihat bahwa kalimat tersebut merupakan bahasa lisan yang
dimasukkan dalam bahasa tulis namun tanpa adanya tanda baca yang menyatakan
bahwa kalimat tersebut merupakan sebuah percakapan. Mungkin, beberapa orang akan
menganggap bahwa teks tersebut tidak menggunakan bahasa yang baku namun
beberapa orang juga tidak keberatan dengan gaya penulisan seperti itu. Walaupun
demikian, penggunaan bahasa slank memang diperbolehkan jika hal tersebut
merupakan gaya selingkung dari penerbit tertentu. Gaya selingkung adalah gaya khas yang diterapkan oleh sebuah
penerbit untuk menampilkan terbitannya. Gaya selingkung dalam sebuah penerbitan
distandardisasi dalam bentuk buku yang biasa disebut buku gaya selingkung (house style book). Buku gaya ini kemudian menjadi rujukan bagi para editor,
penulis/pengarang, dan staf pracetak. Karena di Indonesia sendiri belum memiliki rujukan yang
seragam dalam kepenulisan gaya selingkung ini maka terjadi banyak perbedaan
antara satu penerbit dengan penerbit yang lain. Meskipun demikian, penggunaan
bahasa slank tetaplah harus sesuai dengan kaidah kebahasaan yang tepat. Seperti
penggunaan huruf miring atau pun dengan menggunakan tanda yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar